seni tongklek adalah jenis seni musik yang berkembang mula-mula pada bulan suci maradhan, sebagai upaya para pemuda untuk membangunkan warga yang akan makan sahur. seni ini memiliki ragam bentuk dan nama. boleh jadi setiap daerah punya bentuk dan nama masing-masing. akan tetapi secara fungsi dan tujuan sama, yakni membangunkan orang untuk makan sahur pada bulan ramadhan.
Di Jakarta dan beberapa kota besar, musik ini disebut musik patrol, di Bojonegoro disebut Oklek, di Madura disebut Ul-daul. sedang untuk istilah tongklek sendiri asli berasal dari Tuban.
Istilah ini merujuk pada alat musik utama yang dipakai yaitu kentongan. Yang mana, kentongan ini memiliki dua bunyi utama yaitu tok dan tek. dari bunyi inilah maka dihasilkan nama tongklek.
Di Tuban sendiri ada dua daerah yang menjadi awal mula seni ini berada. Pertama adalah daerah kerek 20 Km arah barat kota Tuban dan daerah pesisiran seputaran kota Tuban. untuk sekarang penyebaran seni ini sudah menyeluruh semua kecamatan di kabu paten Tuban.
Sebagai misal, festival musik tongklek yang diselenggarakan oleh karang taruna putra Bhakti desa Plumpang. Pada bulan ramandhan yang lalu. Diikuti oleh tak kurang 24 peserta, yang mana peserta-peserta festival ini berasal dari hampir seluruh kecamatan di wilayah kabupaten Tuban.
Festival tahunan ini bukan sekedar aksi cari prestasi dari para peserta, akan tetapi semangat pelestarian budaya dan kemeriahan bulan ramadhan menjadi motivasi utama. Selain alunan musik dari paduan alat pentatonis dan diaktonis yang dimainkan, peseta juga membawa serta menghias kereta dorong dengan beragam warna, ornamen, lampu hias dan tak lupa seragam para pemain dengan warna-mencolok.
Berbagai atraksi turut pula mereka sajikan, selama berkeliling kampung mengikuti rute yang telah ditetapkan oleh panitia. selanjutnya, setelah festival selesai, grub-grub terbaik akan diumumkan oleh juri. siapapun pemenangnya tak jadi soal karena tujuan utama para peserta ini adalah kemeriahan bukan perlombaan.
Tongklek sebagai aset budaya
Sebagai bagian dari kesenian, tongklek telah memiliki ruangnya sendiri dalam khasanah seni musik di Tuban. Bukan hanya sebagai hiburan semata, akan tetapi telah menjelma sebagai ritual dan simbol orisinalitas bumi Ranggalawe. Agaknya tidak berlebihan, bila tongklek pada masa depan dijadikan sebuah ikon baru Tuban, bersandingan dengan sandur dan legen.
Sebagai bentuk ekspresi budaya, tongklek tentu masih sangat menjanjikan untuk dikemas secara lebih kreatif dan inovatif. Mengingat, alunan tongklek Tuban memang telah memiliki kekhasanya sendiri, yang membedakanya dari musik serupa daerah daerah lain. Maka kesadaran bersama, bahwa tongklek adalah aset budaya harus mulai digalakan. Bukan saja oleh para pelaku dan penikmatnya, akan tetapi peran serta pemerintah menjadi hal wajib dalam pengembangan dan kemajuan seni ini untuk bisa berdaya dimasa mendatang.
Bukan tidak mungkin, diera digital ini tawaran kegiatan ril seperti tongklek ini akan mampu dan bahkan lebih siap memacu kreatifitas generasi muda dibanding kegiatan-kegiatan Maya yang belakangan marak dimasyarakat. kepekaan melihat gejala sosial dari kita bersama sangat diperlukan, karena menyesali sesuatu yang telah punah adalah sia-sia
Salam guyup rukun dari Plumpang
*Bambang budiono